2/19/2011

ARTI “CIUMAN” DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN BUDAYA BARAT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ARTI “CIUMAN” DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN BUDAYA BARAT” ini dengan baik. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas materi Aqidah kelas IX.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini bisa diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Penyusun






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Pengertian Judul 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Arti Berciuman Dalam Perspektif Islam 7
B. Pergaulan Bebas Para Remaja Masa Kini 12
BAB III PENUTUP 17
DAFTAR PUSTAKA 20






BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia diciptakan berbagai suku bangsa untuk saling mengenal, menyayangi dan saling menghormati satu dengan yang lainnya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujuraat ayat 13 :

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”.

Dalam penafsiran ayat tersebut banyak yang keliru, karena di dalam prakteknya menunjukkan betapa pergaulan yang terjadi antara pria dan wanita, baik itu muhrim maupun bukan muhrim tidak sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an, karena hukum-hukumnya banyak yang dilalaikan.



B. PENGERTIAN JUDUL

Petunjuk-petunjuk Allah merupakan hal terpenting yang mesti diikuti dan diimani, karena iman adalah dasar yang menentukan diterimanya amal ibadah seseorang, bukan yang lain.

Iman mempunyai arti mempercayai dan meyakini akan adanya Allah, malaikat, Rasul, dan hal-hal ghaib lainnya berdasarkan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW seperti yang termuat dalam Rukun Iman.

Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia di dalam kehidupan dunia, baik yang berkaitan dengan yang ghaib (Allah) maupun sesama makhluk, khususnya manusia, di dalam pergaulan sehari-hari, karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, namun segala tingkah laku dan perbuatan manusia tidak lepas dari pengawasan Allah.

Salah satu ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah menyebarkan salam. Dalam kehidupan masyarakat saat ini, antara yang menjadi kelaziman ialah si anak mencium tangan orang tuanya, rakyat mencium tangan pemimpin/sultan. Selain itu ada juga si isteri mencium tangan si suami.

Agama Islam mengajarkan, menyebarkan dan membudayakan “salam” pada saat kita bertemu dengan saudara kita, namun tidak berarti melarang ungkapan penghormatan selain salam, sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Berpelukan sesama jenis atau berciuman, ataupun mencium tangan, apalagi bila disertai juga dengan salam tentu tidak dilarang agama.

Tidak ada salahnya seorang isteri mencium tangan suaminya sebagai penghormatan dan pemuliaan, karena itulah kewajibannya. Dalam sebuah hadist dikatakan :

Artinya : "Andaikan diperbolehkan seorang bersujud kepada orang lain, tentu akan aku perintahkan seorang isteri bersujud kepada suaminya" (HR. Ibnu Majah).



BAB II
PEMBAHASAN

A. ARTI “CIUMAN” DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN BUDAYA BARAT

Cium-berciuman adalah suatu aksi sekaligus ekspresi diri yang manusiawi sekali dan yang telah menjadi tradisi jutaan tahun. Namun di kawasan-kawasan tertentu kegiatan ini diberlakukan secara diam-diam atau malah telarang jika dilakukan di muka umum.

Seperti yang terjadi di Sarajevo, Minggu 2 September 2007, dimana sebanyak 7.000 pasangan berciuman bareng selama sepuluh detik di lapangan sentral Tuzla. Suatu event lokal-nasional yang sarat muatan simbol keinternasionalannya, dan tentu saja menimbulkan kebanggaan dari pihak penyelenggaranya.

Sedangkan di pihak penentangnya, yakni dari kalangan ulama, menganjurkan pemboikotan aksi tersebut, dengan argumentasi bahwa event tersebut tidak selaras dengan tradisi Islami. Bahkan seorang ulama, menyatakan bahwa para peserta event tersebut sebagai “penggelar keamoralan seksualita”.

Kesimpulannya bahwa hal-hal yang berupa perwujudan rasa kasih sayang dan juga dimaknai sebagai perhatian atau rasa hormat, di tempat-tempat tertentu dan pada masa tertentu bisa merupakan tradisi yang disepakati masyarakat manusia, tetapi bisa juga menjadi hal-hal yang kontroversial.

Meskipun kerap kali disalah-artikan atau dimaknai secara sempit, yakni bahwa cium-mencium itu seolah-olah hanya dalam hubungan kehidupan seksualita manusia. Padahal tidak !

Cium-mencium dimulai atas dasar hubungan ibu dan anak, sebagai bukti kasih sayang dan rasa tanggung jawab untuk menghidupinya dan membesarkannya, serta memberinya makan kepada bayinya atau bocahnya yang masih belum punya gigi dan belum bisa makan sendiri, dengan cara mengunyahkan makanan lantas langsung memberikannya ke mulut sang bayi atau sang bocah. Persis seperti burung, ketika sang induk menyuapi makanan langsung dari mulut ke mulut anaknya.

Tradisi ini berlangsung jutaan tahun, hingga terjadinya perubahan selaras perkembangan zaman dan adanya pengetian bahwa makanan yang diberikan itu bukan berupa makanan semata juga sarat akan daya-tahan yang dibutuhkan oleh sang anak atau bayinya, sehingga sang Ibu tidak lagi memberikan makan berupa hasil kunyahannya langsung ke mulut sang anak.
Selaras dengan perkembangan zaman pula, tradisi ini menjadi asal-muasal munculnya salah satu macam bentuk ciuman yang disebut “french-kiss” alias “ciuman perancis”, yang semakin lama semakin kondang dipraktekkan oleh para pasangan merpati dalam bercinta ataupun semata-mata dalam hubungan seksualita antara sesama manusia.

Secara umum, baik di Timur maupun di Barat, tradisi cium-mencium itu memang amat bervariasi dan beraneka-ragam, baik dalam cara melakukannya maupun dalam cara memaknainya.

Cium-mencium juga diberlakukan dalam tradisi atau budaya tertentu, baik oleh kaum lelaki maupun perempuan. Ada yang dengan cara mencium pipi atau malah sekedar menyentuh pipi; ada yang hanya mengecup hidung atau dahi; ada yang hanya dengan sentuhan ujung-ujung hidung saja; ada pula dengan bibir atau mulut, atau bahkan lidah kulum-mengulum seperti cara-gaya french-kiss itu.

Dalam tradisi Arab atau kaum bangsawan lainnya di negeri lain, ada pula cara-gaya memberi ciuman pada tangan sebagai tanda hormat atau takluk. Bahkan ada cara-gaya ciuman pada kaki seraya bersujud.

Dalam memaknai arti ciuman semata-mata sebagai rasa hormat atau perhatian yang bermakna sama seperti memberi salam dengan jabatan tangan atau salam lainnya, tradisi ciuman ini merupakan kebiasaan yang umum di Eropa. Meski ada juga keberbedaan caranya, dimana ada yang hanya dengan sentuhan sebelah pipi saja; ada yang sebelah pipi kiri kemudian kanan atau sebaliknya; ada pula yang dimulai dengan pipi kanan, lalu kiri dan kanan.

Dengan segala variasinya, seperti juga berpelukan, semua itu hanya sebagai pernyataan rasa hormat atau perhatian atau simpati antar sesama manusia sebagai anggota keluarga, teman atau kolega biasa, tanpa ada muatan nuansa hubungan intim atau seksualita.

Sedangkan yang berkaitan dengan kasih sayang, sungguh menggelitik apa yang diutarakan dalam Dictionnaire Universale Francophone, bahwa seorang anak dari masa bayi sampai usia sepuluh tahun, menerima cium atau kecupan kasih sayang dari orang tuanya sebanyak kurang lebih 10.000 kali. Sedangkan bagi pasangan berpacaran yang sering keluar rumah jalan-jalan atau pelesiran, paling tidak berciuman sebanyak 6.000 kali setahunnya.

Kebiasaan berciuman pada tiap negara dengan ciri-ciri budaya tertentunya, tidak bisa sama atau disamaratakan. Karena di suatu tempat atau negara tertentu, kebiasaan berciuman dianggap sebagai kegiatan yang biasa-biasa saja. Sedangkan di tempat atau negara lain kebiasaan berciuman merupakan hal yang luar biasa bahkan terlarang jika dilakukan di muka umum. Jika tidak, tentu ada ragam macamnya pula bagaimana dalam makna memaknai ciuman kasih sayang maupun ciuman yang terlarang. Dengan tolak ukur apakah selaras ataukah tidak menurut etika, aturan atau ajaran kajian yang diikutinya.

Meski bukan jarang terjadi, cium-mencium pun bisa dilakukan secara diam-diam, bahkan dalam rangka perselingkuhan. Baik kejadiannya di tempat atau di perumahan biasa ataukah di perhotelan maupun di gedung-gedung indah, bahkan di gedung megah institusi tinggi pun bisa pula terjadi.

Beberapa riwayat yang menerangkan hal ini dari Rasulullah SAW dan para sahabat telah banyak ditulis oleh para ulama terdahulu. Siddiq al-Ghimari al-Magribi pernah menulis buku berjudul "I'lamun-Nabil fi Jawazi-t-Taqbil" (Petunjuk Pintar tentang bolehnya berciuman). Di antara riwayat-riwayat tersebut antara lain :

1. Rasulullah SAW ketika menerima kedatangan Ja'far bin Abi Thalib dari Habashah, beliau memeluk dan mencium antara kedua matanya.
2. Para sahabat ketika datang dari pertemuan Mu'tah mencium tangan Rasulullah SAW.
3. Ketika Allah menerima taubat para Sahabat yang tidak ikut perang Tabuk, mereka meluapkan kegembiraan mereka dengan mencium tangan Rasullah SAW.
4. Dua orang yahudi ketika bertanya Rasulullah SAW tentang sembilan ayat Allah, mereka mencium tangan dan kaki Rasulullah SAW lalu mereka masuk Islam.
5. Ketika Umar berkunjung ke Syam, Abu Ubaidah mencium tangan beliau.
6. Zaid bin Tsabit pernah mencium tangan Abdullah bin Abbas, karena ilmunya dan karena beliau termasuk ahlul bait.

Itulah beberapa riwayat tentang mencium tangan dan pelukan, dengan tujuan penghormatan dan pemuliaan.

B. PERGAULAN BEBAS PARA REMAJA MASA KINI

Pergaulan remaja kian hari kian menunjukkan sinyal-sinyal berbahaya. Di mana saja, kapan saja, cewek-cowok campur baur tak tekendali.

Pergaulan bebas memang sudah menjadi budaya remaja masa kini. Karena secara alamiah, remaja mulai mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, psikologis dan sosial. Secara fisik, organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi mulai mateng. Secara psikologis, remaja mulai mengurangi ketergantungannya dengan orang tua. Dan secara sosial, remaja mulai mengenal dunia luar. Pergaulan terjadi antara teman-teman sebaya maupun dengan masyarakat luas.

Pada usia remaja juga rasa ketertarikan dengan lawan jenis sedang hangat-hangatnya. Pacaran yang diawali dari pendekatan (PDKT), kencan dan bikin komitmen makin populer di kalangan remaja. Seolah-olah ada peraturan tidak tertulis yang mengharuskan remaja punya pacar. Kerena pacaran di kalangan remaja dianggap bisa memupuk kedewasaan dalam emosi dan kepribadian.

Pacaran yang identik dengan gaul bebas tidak akan pernah aman dari bidikan panah beracun berlumur nafsu yang dilontarkan setan. Pacaran hanya menjadi ajang baku syahwat, karena unsur nafsu seksual kian mendominasi. Diawali dengan saling berpegangan tangan, cipika (cium pipi kanan) - cipiki (cium pipi kiri), dan cibi (cium bibir) menjadi bumbu penyedap orang pacaran, sehingga tidak tabu lagi untuk dilakukan.

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap pelajar dan mahasiswa, terbukti sekitar 18-20 persen remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan seks bebas. Belum lagi berita menghebohkan ketika suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Yang lebih mengenaskan, semua responden mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan. Semua dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya kebutuhan. Selain itu, ada sebagian responden mengaku melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dan tidak bersifat komersil (detik.com, 02/08/2002).

Banyak efek samping yang timbul akibat pergaulan bebas yang tidak sehat. Pergaulan bebas yang berujung seks bebas, bisa berakibat pada “Kehamilan yang Tidak Dikehendaki alias KTD”. Selain itu tidak sedikit remaja yang terkena depresi.

Parahnya, remaja yang kedapatan hamil di luar nikah suka mengambil keputusan nekat. Apalagi jika pacarnya tidak mau bertanggung jawab atau belum siap berumah tangga. Sehingga ada yang tega-teganya membuang bayi hasil hubungan terlarang yang mereka lakukan. Bahkan tidak sedikit yang mengambil keputusan mengaborsi janin yang tengah dikandungnya. Selain itu ada juga remaja putri yang akhirnya masuk ke dunia PSK karena merasa sudah tidak suci lagi.

Selain Kehamilan yang Tidak Dikehendaki (KTD), resiko pergaulan bebas juga bisa berupa menjangkitnya virus HIV/AIDS atau penyakit menular seksual atau akibat penyalahgunaan narkoba.

Untuk urusan seks, banyak remaja masa kini yang berkiblat ke budaya Barat. Hasilnya, mereka pun terseret arus prinsip permissiveness with affection, yaitu asal ada perasaan saling suka, seks menjadi sesuatu yang benar untuk dilakukan.

Selain faktor media, pribadi remaja yang terlibat pergaulan bebas pun patut diperhatikan. Tidak sedikit dari remaja kita yang tidak mau ambil pusing memikirkan pergaulan mereka.

Rasa malas untuk memperdalam Islam bikin pertahanan akidah remaja muslim mudah goyah. Gencarnya tayangan sinema remaja yang menjajakan pergaulan bebas mempreteli identitas keislaman sebagian dari kita.

Sejak usia dini, remaja dipancing untuk mencicipi racun dalam pergaulan bebas. Ditambah masyarakat termasuk di dalamnya keluarga berdiam diri melihat putra-putrinya terlena dalam arena pergaulan bebas tanpa batas yang makin beringas.

Secara prinsip, kehidupan Islam memang memisahkan antara pria dan wanita. Tetapi, Islam juga memperbolehkan adanya hubungan antar lawan jenis jika hal itu mengharuskan keduanya untuk berinteraksi. Dari awal Islam sudah memberikan pendidikan tentang pergaulan antar sesama manusia. Di antaranya larangan untuk berkhalwat alias berdua-duaan dengan lawan jenis. Islam juga memerintahkan kepada muslim dan muslimah untuk menundukkan pandangannya. Kewajiban muslimah untuk menutup aurat secara sempurna di tempat umum akan menjaga kesucian mereka. Negara pun akan melarang peredaran informasi atau acara televisi yang berorientasi seksual dalam memandang hubungan antar manusia.
Seperti sabda Rasulullah saw:


Artinya : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu memiliki kemampuan untuk menikah, maka nikahlah, sebab nikah itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barang siapa belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung. (HR. Bukhari)
Jika belum memiliki kemampuan untuk menikah, maka isilah hari-harimu dengan belajar. Terutama memperdalam Islam. Dengan belajar dan fokus kepada kegiatan lain, kita jadi terpalingkan dari pikiran yang menjurus ke arah negatif.



BAB III
PENUTUP

Menurut hadits dari HR. Ibnu Abi Syaibah 5/247, Abu Daud 5220 dan Ibnul Arabi (bukan Ibnu Arabi tokoh sufi itu) dalam Al-Qubal wal Mu'anaqah no. 38 Sya'bi berkata :


Artinya : "Ketika Rasulullah shollahu'alaihiwasallam berjumpa dengan Ja'far bin Abu Thalib (sepulang dari Habasyah, -pent), beliau memeluknya dan mencium bagian dahi yang terletak diantara kedua matanya."

Makna eksplisit riwayat di atas menunjukkan kalau aktivitas berciuman terjadi karena sudah lama tidak berjumpa. Sebenarnya menjadikan kegiatan berciuman sebagai suatu kebiasaan merupakan kebiasaan orang-orang yang tidak punya rasa malu, oleh karena itu lebih baik untuk ditinggalkan. Kebiasaan berciuman bertendensi duniawi dan termasuk di antara sarana untuk pamer/riya'.

Sebagai manusia muslim/muslimah harus mentahbiskan atau mengabdikan diri kepada prinsip Al-Quran yang telah mengatur dengan rapi teori-teori untuk dipraktekkan dengan konsekuen. Di antara ajaran-ajaran Islam yang wajib dijalankan yaitu menjaga mata serta kemaluan dari hal-hal yang diharamkan, karena dasar tersebut disebutkan dalam Al-Quran. QS. Al-Mu’minun ayat 5-6 menjelaskan tentang salah satu sifat yang dapat membawa orang mukmin beruntung yaitu :


Artinya : Orang-orang yang menjaga kemaluannya dari yang diharamkan, seperti menjaganya dari pergaulan bebas (seks bebas) yang sedang marak-maraknya sekarang ini.

Berpacaran tidak hanya terjadi di antara mereka yang masih bujangan dan gadis, tetapi dari usia akil-balig hingga kakek-nenek bisa berbuat seperti yang diancam oleh hukuman Allah tersebut di atas. Hanya saja, yang umum kelihatan melakukan proses berpacaran adalah para remaja.

Namun, bukan berarti tidak ada solusi dalam Islam untuk berhubungan dengan non-muhrim. Dalam Islam hubungan non-muhrim ini diakomodasi dalam lembaga perkawinan melalui sistem khitbah/lamaran dan pernikahan.



Artinya : “Hai golongan pemuda, siapa di antara kamu yang mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih memelihara kemaluan. Tetapi, siapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengurangi syahwat.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darami).

Selain hubungan muhrim dan hubungan nonmuhrim, baik itu dinamakan hubungan teman, pergaulan laki-perempuan tanpa perasaan, ataupun hubungan profesional, ataupun pacaran, ataupun pergaulan guru dan murid, bahkan pergaulan antar-tetangga yang melanggar aturan di atas adalah haram, meskipun Islam tidak mengingkari adanya rasa suka atau bahkan cinta.

Di dalam Islam, setiap individu manusia diperbolehkan suka kepada laki-laki yang bukan muhrim, tetapi diharamkan mengadakan hubungan terbuka dengan non-muhrim tanpa mematuhi ajaran Islam.

Setiap individu dalam hidup bermasyarakat baik itu dalam pergaulan halal maupun tidak halal, perlu pengetahuan dan pengertian yang mendetail tentang hukum-hukum agama yang berhubungan dengan peranannya masing-masing.

Hidup di dunia yang singkat ini, setiap manusia harus mempersiapkan diri untuk memperoleh kemenangan di hari akhirat kelak dengan terus berusaha dan berdoa mengharap pertolongan Allah agar diberi kekuatan untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Semoga Allah menolong kita. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Bajuriy, Syaikh Ibrahim, Sunan Abi Daud, Hasyiyah Al-Haramain Jeddah Indonesia, Jilid II. Al-Bajuriy, Syaikh Ibrahim, Imam Nawawi, Hasyiyah, Alharamain Jeddah Indonesia, Jilid II.
2. Al-Masudi, Hafidh Hasan, Tafsir Akhlak, Sumber Keluarga, Semarang.
3. Ibnu Umar Nawawi, Muhammad, ‘Uquduulujain, Thuha Putra, Semarang.
4. Muhammad bin Muhammad Ghaz aly, Imam Abi Hamid, Ihya’ulumuddin, Darul Kitab Ilmiah Bairut, Lebanon, Jilid III.
5. RHA. Soenardjo, dkk (Penterjemah), Terjemahan Al-Quran, 1971, Al Madinah An Nabawiyyah, Mujamma’ al Malik Fahd Li Thiba’at al Mush-haf asy Syarif (Lembaga Percetakan Al-Quran Raja Fahd).
6. Artikel “Cium Sayang Ataukah Cium Terlarang”, oleh A.Kohar Ibrahim, sumber dari http://fr.360.yahoo.com/kohar_be.
7. Artikel “Cemoohan: Antara Kesenangan dan Dosa”, oleh Yasser Arafat, Kader HMI Cab. Surakarta Fak.Hukum UNS. Posted by HMI Kom. Fakultas Hukum.
8. Artikel “Soffa Ihsan Gugat Batasan Halal-Haram dalam Islam”, Surat Kabar Media Indonesia, 2007.
9. Artikel “Sudah Sehatkah Gaul Kamu” oleh Abu Fikri, dimuat dalam Buletin Studia, Edisi 165/Tahun ke-4/6 Oktober 2003.
10. “Hubungan Pria dan Wanita Dalam Perspektif Islam” Jilid III, oleh Junaidah Mahmud.
11. Artikel “Hukum Pacaran dalam Islam”, sumber dari www.al-islam.or.id.
12. Artikel “Bagaimana Pacaran Menurut Islam”, oleh Khilafah Islamiyah, Mei 2007.
13. Artikel Tanya Jawab : “Seputar Mandi Junub dan Hukum Berciuman Ketika Bertemu”, penanya : Aria, dijawab oleh : Ust. Abu Ukkasyah Aris Munandar, Kamis, 03 Januari 2008.

1 komentar: