Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmad-Nya, sehingga setelah melalui proses
panjang, akhirnya tugas meresensi novel ini bisa diselesaikan.
Saya merasa optimis bahwa resensi
novel ini dapat memberikan keberhasilan dalam meresensi bagi semua siswa,
sehingga bisa memberikan kita manfaat khususnya apabila kita meresensi sebuah
novel dengan mudah dan benar.
Sekalipun demikian, saya menyadari
bahwa proses penyusunan resensi ini merupakan pekerjaan yang tidak ringan,
sehingga memungkinkan adanya kekurangan maupun kesalahan baik dalam penulisan,
tata bahasa maupun isinya. Oleh karena itu saya mohon maaf dan saya mengharap
saran, kritik, maupun masukan dari pembaca analisis ini.
Srono,
06 Maret 2012
Penulis
Nama : smilecrew
Kelas : XII IPA 3
“Sekolahku
Bukan Sekolah”
Penerbit : Matapena Yogyakarta (LKIS)
Edisi : Soft Cover
Penulis : Maia Rosyida
Tanggal terbit : 2009 – 00 – 00
Halaman : V 234
Ukuran : 110x170x0
Katagori : Fiksi/Novel/Sastra
SINOPSIS
Dari
bahasa Yunani, sekolah mempunyai arti luang. Tentu saja waktu luang yang penuh
arti, yang ideal, yang tidak membosankan dan padat dengan pembelajaran. Tentu
saja setiap manusia akan punya sikap yang tidak sama dalam menginginkan itu.
Mereka punya beragam ekspresi yang tidak bisa dipaksakan untuk sama. Punya
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Melihat kenyataan seperti itu, aku
berharap akan ada sekolah yang tidak mengekang ekspresi. Aku ingin bersekolah
dengan peraturan yang sehat, dengan kebebasan yang berprinsip, dengan berbagai
ekspresi dan tentu saja dengan jalan yang alternative, jalan yang bisa jadi
bahan escape di tengah-tengah jalanan macet yang sama sekali tidak
menguntungkan.
Sekolah yang akhirnya sepakat kita
kasih nama Alternatif School. Sekolah yang mengutamakan kesehatan tanpa efek
samping. Sekolah yang sangat banyak pilihan tanpa ada batas. Sekolah yang
berlaboraturium raksasa berupa alam luas. Sekolah yang dipercaya bakalan bisa
menghipnotis anal-anak bangsa untuk membunuh kemalasan. Sekolah yang
benar-benar tahu apa arti dan tujuan sekolah. Apa arti ilmu dan apa arti
pendidikan. Karena aku tahu kehidupan nggak bisa jalan lurus tanpa dua hal itu.
Karena ilmu itu ladangnya amal. Amal sendiri adalah momok saat kita sudah say
good bye sama dunia. Ilmu biar gimanapun merupakan cahaya yang paling nyata.
Semakin dibagi malah jadi nggak karuan banyaknya. Nggak ada ilmu orang buta.
Kehidupan sesat, penuh kemunafikan, kebodohan, penipuan dan segala yang membuat
hidup jadi serba tak ada artinya. Ilmu yang nggak terdidik bakalan jalan
seperti tanpa baterai. Orang pintar tapi keblinger. Cuma pengen sekolah tapi
nggak tahu tentang apa-apa.
Aku juga masih nekat untuk terus
memperebutkan sesuatu dengan cara mengisi waktu luang sebaik mungkin. Kata lain
dari sekolah. Iya, sekolah kini adalah darah dagingku. Bola adalah jantungku
dan ambisi untuk jadi pemenang adalah obsesi terbesar dalam hidup ini. Dalam
hal apapun, aku memang harus menang. Aku seperti biasa saja menjalani hidup,
satu yang aku pengen jadi pemain sepak bola dunia seperti jagoan-jagoanku yang
sudah mendahului. Kalau urusan sekolah aku bisa dibilang ambisius, karena aku
juga senang sama teori yang nantinya bikin aku jago main bola. Maksudnya
pembahasan empiris yang bikin hidupku bisa lebih semangat. Karena permainan
perebutan bola itu bukan hal yang biasa. Memperebutkan sesuatu yang kecil untuk
menjadikannya sesuatu yang besar adalah imajinasi tinggi.
Kita memang wajib mandiri dalam hal
apapun. Apalagi di sekolah ini hak bisa sepenuhnya dipegang murid. Kita mau
ngapain aja, guru siap bantu. Jadi disini guru itu malah sudah seperti
pembokat. Tapi kecuali kalau kesalahan kita sudah fatal banget baru deh ada
yang namanya eksekusi. Karena juga nggak bisa dipungkiri kejadian-kejadian
kecil yang bikin kita kadang-kadang jadi nggak akur. Cuma masalah bercanda bisa
menjalar kemana-mana.
Dan sekarang sudah mulai redup reda
tentang omongan masyarakat yang dulu demen manggil kita dengan anak jalanan,
karena efek dari seragam yang sekarang kita pakai. Padahal sebenarnya seragam
ini nggak ngefek sama sekali dengan konsep belajar kita. Tapi sudahlah, lebih
baik mengalah dulu dari pada harus perang.
Pulang sekolah, aku nggak langsung
balik kerumah, aku bingung. Aku jalan seperti tanpa arah. Dan tanpa kusadari
sekarang pematang sawah sudah sangat jelas terlihat. Tapi lagi-lagi aku harus
sendiri sekarang. Dengan tenang melangkah menuruni terasering dan parit-parit
kecil mengalirkan air. Aku duduk ketika sampai diatas bangku semen yang menjadi
pembatas rumput-rumput liar. Dua kaki yang tanpa harus beralas ini sedang
kupijitin ke dalam air bening yang mengalir deras di bawah telapak kaki. Begitu
jernih dan tidak membosankan suaranya yang gemericik ampuh untuk sekedar
menjadi obat penenang.
Wajahku menengadah ke pepohonan yang
tumbuh berjajar diatas. Mencoba terapi perasaan dengan alam. Karena sekarang
aku sedang lemah. Dan apapun yang terjadi, aku harus bisa berdiri.
Pemandangan yang indah, udara yang
bertiup tak mau berhenti menggelitiki perasaan ini. Rumput-rumput liar mencoba
berbicara meski dengan bahasa mereka yang tak mungkin bisa ku pahami. Aku
tersenyum sedikit. Mencoba membalas keramahan mereka terhadap masalah ini.
Belajar tanpa guru atau pendamping
begitu metode yang sengaja diterapin dikelas tiga. Ide beginian tercetus karena
beberapa hal yang bikin kita optimis dan termotivasi untuk percaya bahwa
semakin gede kita bisa semakin dewasa dan mandiri. Hal pertama, karena waktu
kelas satu dan dua kemaren lumayan banyak jam kosong karena cuma ngandelin
kedatangan guru. Sementara bapak ibu guru itu punya kesibukan mereka
masing-masing yang nggak bisa ditinggalin. Hal kedua, ya itu tadi, kita pengen
mandiri dan pengen kenalan sama yang namanya kesadaran akan pentingnya belajar
dengan sebenar-benarnya. Nggak ngarepin guru, sekarang nggak ada lagi kalimat
berbunyi jam kosong. Kita punya system sendiri yang kita kasih nama leader
giliran. Tiap hari dari kita gantian buat bisa bawa kelas dengan
sebaik-baiknya.
Hari ini seluruh badanku sakit. Dari
siang tadi, aku malas bangun. Dan aku nggak tahu harus ngomong apa. Aku malas.
Gairah untuk masuk ke sekolah lagi jadi seperti hilang begitu saja. Aku seperti
tidak dibutuhkan. Tapi begitu aku nggak ada untuk beberapa hari, semua sibuk
mencari. Tapi memang percuma. Meski sudah ke seratus kalinya semua orang
memaksa pengen tahu kata hati ini. Aku nggak mau ngomong. Bagiku sangat sulit.
Sejenak aku diam untuk beberapa saat. Memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.
Kenapa mau ngungkap sebuah rasa saja sulit. Kenapa aku tadi lemah hanya karena
persoalan sepele. Dan beberapa saat lagi, mataku malah langsung tabrakan sama
satu pak rokok. Alung yang kasih. Pelan-pelan kuambil dan kupandangi.
Hari minggu ini sekolah kami mau
tanding persahabatan sama sekolah lain. Dan yang bikin aku semangat adalah
seseorang, yaitu Kamel. Dia rencananya mau jadi supporter buat pertandingan
kami.
Disamping rumah, kami semua ngumpul.
Dan sudah siap dengan pick-up yang akan membawa kita ke arena yaitu dilapangan
lawan main. Nggak ada sejam kita sampai. Aku sedikit merilekskan badan dengan
pemanasan. Dan begitu terlihat lawan main siap, timku melingkar untuk doa
bersama. Yap! Pertandingan dimulai, posisiku kali ini bukan lagi sticker tapi
back paling belakang.
Lima belas menit, badanku mulai
basah oleh keringat. Babak pertama berjalan lumayan teratur. Kita menang satu
kosong. Aslam gantiin posisiku. Jadi bintang jago mencetak gol.
Manit-menit berikutnya, pertandingan
tidak sehat ini membuat beberapa orang daro timku harus mundur. Tapi baik dan
buruknya permainan itu nggak Cuma bisa dilihat gol atau tidaknya seperti apa
yang ada di benak mereka. Aku tahu, mereka pasti balas dendam.
Menit-menit terakhir, keadaan
benar-benar semakin kacau. Dan teramat sangat kacau. Staminaku kali ini malah
banyak terkuras karena emosi! Aku lihat semuanya sudah lemah, sementara keadaan
lawan main malah semakin persis algojo raksasa yang terus menghantui gerak
gerik kami. Nyaris saja ada adegan berantem. Pas awal tadi, rencanaku memang
mau bubarin bola ini dengan berantem fisik. Tapi kemudian ku buang jauh-jauh
pikiran itu.
Aku berhasil. Aku berhasil
menggiring bola itu sampai ke gawang. Aku puas. Padahal tak semestinya posisi
back ini bisa mencetak gol. Tapi aku berhasil!
Kemudian semua bubar. Pertandingan
yang jadinya unfriendship ini pun selesai sudah. Aku berjalan ke arah Kamel
yang sedari tadi paling terlihat antusias kasih semangat.
Sampai di sekolah, aku nggak
langsung ke kelas. Duduk dulu dib alai-balai dapur Hilmy sekedar ngusir rasa
kantuk. Tiba-tiba lagi nikmat-nikmatnya aku melekin ini mata, melintas Kamel
dari arah kamar mandi. Dia nyapa begitu sadar ada aku.
“Din, aku senang kamu senagai teman.
Aku malah ngefans banget sama kamu. Tapi Din. Sorry ya kalau surat yang kamu
kirim itu nggak bisa ku balas dengan kalimat yang sama. Aku harap kamu bisa
ngerti semua kata-kata ini. Sorry ya Din”. Tapi sial aku nggak bisa ngelawan
kata hatiku sendiri. Aku nggak bisa apa-apa kecuali menahan air mata agar tetap
berhenti.
Jam enam pagi aku bangun. Dan ini
bisa di katakana tumben setelah aku bukan Udin yang dulu. Sejak aku berubah,
aku jadi seperti nggak kenal dengan diriku yang dulu. Aku bingung, bimbang,
bosan, capek, dan tentu saja sakit, terus terang sakit saat pernyataanku harus
ditolak dengan sangat tegas. Dan untuk sekarang ini aku hanya bisa jadi pejalan
kaki. Berjalan tanpa peduli apa yang bakal ku temui nanti.
Aku sampai di tengah kota. Aku tahu
disini ada tempat tongkrongan dari Alung. Meski nggak mewah, tapi lumayan kalau
cuma buat ngusir stress.
Sejak itu kedekatanku sama ganknya
Alung makin hangat. Aku bebas berekspresi disana. Dan parah, sekarang aku bisa
dibilang paling kuat mengkonsumsi nikotin dari pada mereka.
“Udin, aku siap merebut kemenangan
kembali”. Aku masih ingat kata-kata Helmy, dia pernah bilang belajar dari
pengalaman, kebersamaan dan perjuangan itu jauh lebih berkesan. Aku sadar
sekarang sikap egois itu nggak penting.
Ibu senang aku kembali ke habitat
lagi. Kembali pada nama Syamsudin yang dulu. Hari ini aku dibeliin bola sama
ibu. Sore ini sepi, terpaksa aku ke lapangan sendiri. Tapi ketika aku iseng
masukin bola ke gawang, ada seseorang yang mendadak jadi kipper. Hilmy mendekat
sambil sudah mendekap bolaku dengan kedua tangannya. Aku jelas nggak mau kalah dan
saling berebut untuk mendapatkan bola itu. Sampai saatnya hujan deras itu turun
lagi. Kami berdua nggak peduli.
Aku yakin suatu saat nanti kalau
sudah gede, aku dan Hilmy bakalan menjadi kebanggaan Indonesia. Membangun
kembali nama baik yang selama ini terpuruk. Seperti sekarang, aku dan Hilmy
begitu agresif, ambisius dan sangat ekspresif demi merebutkan bola bulat ini.
Berlari, berlari dan berlari untuk mendapatkan sesuatu yang kita cari.
TENTANG PENULIS
Maiya Rosyida
Orang
yang paling cuek, keras, gila, jelek, sok sibuk dan slenge’an yang pernah kita
temuin di dunia. Diajak ngobrol enak plus asyik. Tapi kalau diajak curhat,
nggak enak banget. Dia malah langsung pergi kalau ada anak-anak cewek yang
mulai bahas-bahas masalah yang menurut kita penting tapi menurut dia nggak
penting banget itu. Dan jadi galak and sinis kalau sudah mulai berhubungan sama
film atau teater. Anaknya nge-rock. Tapi kalau lagi gitaran, lagunya nggak
pernah jelas. Suka nggeremeng sendiri. Ngarang lagu asal-asalan.
Ngaku nggak suka politik tapi tetep
cerewet kalau ada yang mulai ngomongin politik. Apalagi kalau sudah membahas
film. Nggak ada habisnya tuh. Ngritik sana ngritik sini sampai yang diajak
omong pusing sendiri. Suka beli novel tapi habis itu dibuang.
Masalah penampilan dibilang tomboy
nggak. Tapi kita juga nggak setuju kalau ada yang bilang dia feminin.
Masalahnya ni anak memang aneh banget. Dibilang laki-laki nggak. Tapi kalau
disebut perempuan, malah tambah nggak deh. Nggak tersinggungan, nggak pernah
naksir cowok, agak kasar dan mulai nyebelin kalau jailnya kambuh. Nyebelinnya
lagi, kalau sudah mulai duduk mematung di depan komputer. Bikin yang ngantri di
belakang jadi ngiri, pengen banget ngetik-ngetik nggak jelas kayak dia begitu.
Apalagi kalau sudah ngetik ditemenin sama lagu-lagunya The Cranberries. Sudah
deh, ngak ada harapan kita buat antri komputer. Tapi giliran bosen komputer,
dia suka maksa-maksa anak-anak cowok buat ambil gitar dan genjrengan sama
mereka. Tapi sayangnya, ini jarang banget terjadi. Hehe. Soalnya saat ini dia
masih konsen sama timbunan novel dan skenarionya yang masih acak-acakan di
komputer. Satu hal yang paling penting, dia anaknya semangat dan sangat
ambisius. Senangnya lagi kalau dia sudah mulai sibuk ngurusin filmnya. Pokoknya,
sukses buat kamu, coy! Kita-kita ngedukung kamu.
KELEBIHAN
Novel karya Maia Rosyida ini punya
pesan kuat tentang kebebasan dengan latar sekolah luar biasa yang inspiratif.
Yang menggugah semangat baru. Kisah remaja mengejar cita-cita lewat sekolah
bebas, seta menifestasi nilai-nilai persahabatan yang memukau. Dan novel ini
tersaji dalam bahasa yang tegas, lugas, menarik, dan banyak mengungkap
solusi-solusi bagi pendidikan negeri.
KEKURANGAN
Ulasan buku karya Maia Rosyida ini
tidak menggunakan kata pengantar, dan sebagian besar dari kata-katanya
menggunakan kata yang kotor, seperti : “jancok”, “bacot”,”asyem” yang tidak
baik bagi pembacanya
RESENSI NOVEL
“SEKOLAHKU BUKAN SEKOLAH”
Karya : Maia Rosyida
Oleh :
smilecrew
XII IPA 3
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SRONO
TAHUN AJARAN 2011 – 2012
pan cla�6<��
���
le='mso-bidi-font-size:12.0pt;line-height:150%;letter-spacing:.75pt'>ari Kelompok 6
v Bagaimana
caranya untuk mangatasi anak yang brutal karena kurangkasih sayang orang
tua?
v Jawabannya : Orangtua
harus mengerti dasar-dasar pendidikan sehingga dapat memberikan perhatian,
kasih sayang dan tuntunan pendidikan yang diperlukan anak. Orang tua juga harus
sedikit meninggalkan urusan karier untuk mengurusi masalah serta konflik yang
dialami anak dan Orang tua perlu menunjukkan kesabaran dalam menghadapi
perubahan tingkah laku remaja yang sulit diduga sifat, sikap dan jalan
pikirannya
Kesimpulannya
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi
kenakalan remaja yaitu menanamkan nilai-nilai moral dan hal itu dapat dimulai dalam
rumah tangga dan dilakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya karena setiap anak
yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, juga belum
mengerti mana batas-batas ketentuan moral dalam lingkungannya. Pembinaan
tersebut bisa dengan latihan-latihan, nasehat-nasehat yang dipandang baik. Dan
pembinaan itu harus dimulai dari orang tua baik perlakuan, pelayanannya kepada
remaja memperlihatkan contoh teladan yang baik dan sebagainya serta pemerintah
juga sudah membuat program untuk mengatasi masalah kenakaln remaja ini salah
satunya yaitu penyuluhan bahayanya narkoba oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)
ke sekolah-sekolah serta mengadakan tes urine ada pula program pemerintah selain
itu yaitu Penyuluhan oleh Kepolisian Lalu lintas mengenai cara berkendara yang baik
di jalan raya ke sekolah-sekolah karena banyak sekali para remaja yang tidak
menaati peraturan lalu lintas seperti ugal-ugalan di jalan.